Langkah-Langkah tepat untuk menangkal penyakit di musim hujan

 
Beberapa Langkah  menangkal penyakit di musim hujan
Mencegah Flu :
-    Cuci Tangan
Sebagian virus flu menyebar lewat kontak langsung, jadi usahakan untuk mencuci tangan sesering mungkin pakai sabun dan kalau bisa dengan air hangat.
-    Jangan Menyentuh Muka
Biasanya virus flu masuk ke tubuh lewat mata, hidung atau mulut. Jadi usahakan jangan terlalu sering menyentuh bagian muka.
-   Konsumsi Makanan Mengandung Phytochemical
Phytochemical adalah bahan kimia alami yang ada pada tumbuhan yang memberi vitamin pada makanan. Zat jenis ini terdapat pada buah dan sayur segar berwarna hijau, merah dan kuning gelap, jadi usahakan memperbanyak konsumsi makanan jenis ini.
-    Minum Banyak Air
Air berfungsi mengangkat racun-racun yang ada dalam tubuh. Orang dewasa butuh delapan gelas air dalam sehari. Usahakan untuk banyak minum air putih, untuk mengangkat racun-racun dalam tubuh.

Mencegah Demam Berdarah :
-    Rajin-rajinlah membersihkan selokan, bak-bak air tadah hujan dan menyiangi kebun untuk menghidari nyamuk berkembang biak.
-    Usir nyamuk dengan obat nyamuk sebelum berangkat tidur, atau bisa juga menggunakan obat nyamuk gosok.

Cegah Diare:
-    Saat hujan turun tiap hari, selokan-selokan yang tersumbat biasanya meluap, dan membawa parasit cacing serta amoeba turut terangkat. Untuk mencegah diare biasakan untuk menjaga kebersihan, biasakan cuci tangan dan kaki setelah berpergian.
-    Kenakan alas kaki untuk mencegah penyebaran kotoran atau parasit masuk lewat kulit.
-    Hindari membeli makanan di sembarang tempat

Resensi Buku (BAB 1-4) Kaifiyat Mujadalah


  BAB. I
Dasar-dasar kaifiyat mujadalah
              Kaifiyat merupakan sebuah metode yang digunakan dalam upaya mencapai tujuan, dengan maksud agar pendekatan yang digunakan dapat dilakukan secara tepat/efektif dalam menghadapi objek tertentu, keadaan serta suasana tertentu pula. Ulama tafsir mengartikan jadal dengan bentukan pikiran (berdialog). Muhammad wardan dalam bukunya ilmu tata berunding, mengemukakan arti kaifiyat mujadalah yang dirumuskan dalam tiga rumusan pengertian :
§ Ilmu yang mempelajari pokok-pokok / kaidah umum untuk mengetahui sistematis / tidaknya suatu pemikiran, pembentukan ide / konsep.
§ Ilmu yang mempelajari kaidah bentukan pemikiran dari dua pihak mengenai hubungan antara sesuatu dengan sesuatu untuk mencari kebenaran.
§ Ilmu yang mempelajari cara / tata tertib berunding, membahas / membantah sesuatu masalh dengan maksud mencari kebenaran.

Yang terkandung dalam kaifiyat mujadalah, berarti :
1)     Adanya upaya untuk mengetahui kualitas suatu pendapat.
2)     Adanya upaya untuk mengkaji kemampuan membangun argumentasi.
3)     Adanya upaya untuk mengantisipasi sangkalan dari pihak lain.
4)   Menumbuhkan iklim demokratis, kreatifitas, taktis, dan etis dalam berfikir.
5)   Menjunjung tinggi sportivitas dan kebenaran.

Objek kajian kaifiyat mujadalah
            Setiap ilmu memiliki objek material dan objek formal. Kaifiyat mujadalah juga memiliki objek material, yaitu :
Dalam pengkajian argumentasi logika, pengujia tersebut dilakukan melalui penyampaian da’waan muda’i yang ditanggapi sa’il (penanggap) yang disebut dengan tahap man’u (menuntut penjelasan), kemudian naqhdu (membantah penjelasan), serta berbagai tata tertib yang berlaku di dalamnya.

 Kegunaan kaifiyat mujadalah
             Kaifiyat mujadalh menempatkan perannya dalam memberikan kerangka-kerangka, agar setiap kata dan kalimat serta konsep dan argumentasi yang dibuat seseorang memiliki landasan konseptual logis yang kuat, sehingga memiliki kekuatan dari setiap uji argumentasi yang diajukan kepadanya.
Kaifiyat mujadalh memiliki kegunaan sebagai :
1)     Sarana pencarian ketenaran
2)     Sarana pengujian “kebenaran”
3)     Sarana mempertahankan kebenaran
4)     Sarana amar’maruf nahyi mun’kar.

Adapun dalam lingkup praktis, kaifiyat mujadalah dapat berguna sebagai :
1)   Sarana pengakuan kualitas seseorang
2)   Carmin kebebasan akademis
3)   Cermin masyarakat demokratis.

          Mujadalah akan berguna sebagai teknik pencarian kebenaran. Mujadalah merupakan cara untuk menguji kebenaran. Hubungan antara kaifiyat mujadalah dengan ilmu lain :
§   Kaifiyat mujadalah merupakan kelanjutan dari ilmu tersebut.
§   Ilmu dakwah, ilmu komunikasi, ilmu pendidikan, ilmu diplomatik, ilmu dakwah, ilmu       komunikasi, ilmu hukum, ilmu politik, ilmu kalam, ilmu bimbingan dan penyuluhan, dan masih banyak lagi yang lainnya.
§ Kaifiyat mujadalah sangat erat kaitannya dalam memberikan manfaat terhadap ilmu lain.

Mujadalah dalam al’Quran
    Manusia penuh dengan muatan-muatan argumentasi untuk mendukung kebenaran ajaran yang dibawa oleh rosulnya. Bermujadalah dengan cara yang baik, ini merupakan suatu hal yang masih belum terinci uraiannya.
    Bila orang-orang ahli kitab mengajak kaum muslimin memperbincangkan kitab allah, nabi muhammad saw, dan orang-orang islam diperingatkan allah, untuk memberikan jawaban yang sesuai dengan kebenaran. Jadal ini bermakana hiwar dan muhadjarah memaknai analogi seperti pada kasus “kebangkitan kembali dari kubur” adalah :
1)    Menganalogikan kebangkitan kembali dari kubur dengan penciptaan manusia pertama kali.
2)    Menganalogikan tanah yang subur karena hujan dan tumbuhnya tumbuh-tumbuhan.
3)    Menganalogikan dengan penciptaan langit dan bumi yanng pertama kali.
4)    Menganalogikan dengan kasus keluar api dari pohon yang masih hidup.
5)    Mengompromikan dua pernyataan yang berbeda.

Kaifiyat mujadalah dalam realitas sejarah
           Beberapa ahli berpendapat bahwa seni mujadalah lahir dari dialog-dialog teologis yang berlangsung antara umat islam dan nonmuslim (yahudi, nasrani, majusi). Dialog ini dapat terjadi secara natural dalam interaksi masyarakat madinah yang multireligius. Mujadalah merupakan hasil adopsi umat islam dan umat lain, terutama kristen yang telah mengadakan penelitian di bidang ini. Mujadalah merupakan praktik yang sepenuhnya merupakan produk tradis islam. Menurut pandangan ini, kaum muslim tidak perlu belajar tentang debat dari umat lain, ini dapat didukung dengan menelusuri akar mujadalah dalam al’Quran (pendekatan skriptural). Dialog dan tanya jawab, yang merupakan bagian intidari kegiatan mujadalah adalah salah satu atruktur / gaya yang sering dipakai alQuran.

Perkembangan mujadalah merupakan satu bentuk perwujudan ajaran alQuran
          Mujadalah secara murni berasal dari dorongan alQuran / juga disertai dengan pengaruh yunani, yang pasti mujadalah menjadi suatu fenomena dalam sejarah intelektual islam. Betapa pentinganya mujadalah dalam karier ilmiah seorang muslim pada masanya. Mujadalah tidak hanya dipraktikan oleh ilmuan-ilmuan dalam bidang syariah, tetapi juga oleh mereka yang menekuni ilmu-ilmu adab. Mujadalah dapat berlangsung di berbagai tempat, seperti madrasah-madrasah, rumah para ulama, masjid, atau bahkan di istana khalifah, sultan atau wajir.

 Nama-nama kaifiyat mujadalah
          Mujadalah selaras dengan bahasa alQuran yang menunjukan kata “jadal” sebagai kata derivatif. Di antara sinonimnya, yaitu munajaah, munadharah, muhawarah, dan mughalabah. Kata-kata ini memiliki persamaan, namun masing-masing memiliki ciri khas tersendiri.
    Syaikh bakr abu zaid menerangkan, “sungguh allah yang mahasuci menerangkan dalam alQuran nul karim jenis-jenis mujadalah yang jelek yang tercela, yaitu tiga jenis :
1)   Bermujadalah dengan  kebatilan untuk meruntuhkan kebenaran, allah sangat mencelannya.
2)    Bermujadalh dalam perkara ketenaran setelah jelas tentangnya.
3)    Bermujadalah tentang apa yang tidak diketahui oleh pihak yang bermujadalah. Hal ini pun sangat dicela oleh allah.

             Allah memerintahkan nabinya untuk mendebat lawannya dengan jalan yang terbaik, yaitu dengan menjelaskan kebenaran melalui cara yang halus dan lembut. Demikianlah, ibnu abdul barr membawakan beberapa ayat yang menerangakan bahwa mujadalah ialah (hujjah) argumentasi yang kokoh sehingga dapat menjawab segala kebimbangan terhadap kebenaran, adapun fungsi mujadalah menurutnya ialah memisahkan yang batil, sehingga jelas ahlul haq, lorong yang berada di atas kebenaran dan jelas pula ahlul batil.

Problematika kajian kaifiyat mujadalah
              Selanjutnya muaradhah, yaitu suatu proses pengajuan. Alternatif yang dilakukan sa’il (mad’u) terhadap pernyataan muda’i (da’i) yang sudah ia batalkan atau paling tidak ia ragukan kebenarannya. Dalam hal ini mengandung makana bahwa seseorang tidak hanya dituntut untuk secara jeli dan dan cermat mengoreksi kelemahan dan kesalahan pernyataan orang lain, melainkan juga dituntut untuk mampu berfikir secara tulus iklas, jernih, dan hanya terobsesi pada pencapaian kebenaran semata. Oleh karena itu, jika seseorang telah berhasil mengalahkan argumentasi dari pernyataan orang lain, persoalan orang lain telah menantinya, yaitu ia harus mampu menyatakan argumentasi alternatif yang lebih kuat. Demikianlah, kajian problematika kaifiyat mujadalah, yang tingkatanya, meliputi :
1)    Kajian terhadap konsep kata
2)   Kajian terhadap kalimat
3)   Kajian terhadap kekokohan argumentasi

BAB. II 
Membangun Landasan Argumen
A.Membangun landasan argumen
              Upaya untukmemahami kata-kata tersebut berkaitan dengan pentingnya seseorang untuk melakukan pembatasan dan pengertian terhadap objek yang dipikirkannya. Dengan begitu, diasumsikan bahwa pikirkan akan memiliki kemampuan untuk memasangkan secara pas antara objek yang dipikirkannya dan simbol yang digunakannya, yaitu berupa kata-kata yang juga dipilihnya secara selektif.
              Tanpa pembatasan dan pengertian, menangkap makna dari objek yang ada. Demikian juga akan sulit memaknai kata-kata yang sukar tersusun secara tepat, apabiala kata-kata yang menjadi unsur pembangun kalimat tidak dipahami secara meyakinkan atas batasan dan pengertiannya.

B. Hubungan Pembatasan ta’rif dengan mujadalah.
            Disamping alasan di atas, ta’rif atau definisi dipandang penting dalam mujadalah karena di antara mujadalah perlu keseragaman pemahamanterhadap istilah tertentu. Kesalahan pemahaman antara muda’i dan sa’il dapat mengakibatkan suatu yang fatal karena maksud muda’i tidak dapat ditangkap secara baik dan tepat oleh sa’il.
Singkatnya, penguasaan terhadap ta’rif / definisi dapat memberi manfaat dalam hal :
1)   Pertanggungjawaban setiap kata / kalimat yang diungkapkan
2)   Mengetahui dan memahami esensi dan format dari sesuatu
3)   Memberikan keseragaman pemahaman antara sa’il dan muda’i
4)   Menambah ketepatan logis dalam mempengaruhi kata-kata.
5)   Memperkokoh setiap dasar konsep argumen yang dikemukakan.

C.Pengertian Ta’rif
                  Secara bahasa, ta’rif berasal dari bahasa arab yang berarti proses memaknai, sedangkan definisi berasal dari bahas latin “difinitio”, kata dasarnya finis, berarti batas / memberi batasan, keduanya disebut Qaul syarih. Adapun secara istilah, ta’rif dimaknai sebagai suatu pembatasan / penjelasan pada suatu pengertian, yang dengan pembatasan / penjelasan itu, suatu pengertian menjadi jelas dan terang.


D.Jenis-jenis ta’rif
Ta’rif Lafzhi (definisi nominal)
            Ta’rif lafzhi ialah pemaknaan yang terbatas pada penjelasan arti kata. Langkah    penyusunannya lebih ditentukan oleh aspek kebahasaan, sehingga penguasaan seseorang terhadap bahasa tertentu, akan semakin memperkaya keterampilannya dalam mentarifkan sesuatu dengan ta’rif lafzhi ini.
Jenis-jenis ta’rif lafzhi :
1)     Ta’rif setara, memasangkan sinonim.
2)     Ta’rif lebih khusus, memilih kata-kata yang lebih khusus maknanya atau merupakan bagian dari wujud yang dita’rifkan.
3)     Ta’rif dengan kata yanga lebih umum, bisa juga dengan asal-usul kata yang dapat menambah kejalasan pengertian sesuatu yang didefinisikan.

Aturan dalam ta’rif :
1.  Aturan dalam ta’rif lafzi (definisi nominal) :
a.)Tidak diperkenankan menggunakan kata-kata yang tiada dikenal
b.)      Tidak menggunakan kata-kata yang diri sendiripun tidak mengetahui artinya secra tepat / malah ragu-ragu
c.)Susunan katanya harus rapi sehingga dapat diakuiu oleh kedua belah pihak yang bermujadalah.
d.)      
Aturan ta’rif hakiki :
Diantara aturan yang penting diprhatikan dalam membangun ta’rif hakiki ialah berikut ini :
a.)      Ta’rif harus lengkap dan utuh (jam’i, inklusif), tidak dibenarkan lebih khusus dari yang di ta’rifkan, sehingga semua unsur dari hal yang di ta’rifkan tercakup di dalamnya, tidak dibenarkan.
b.)     Ta’rif harus membatasi (man’i, eksklusif)
c.)Kedua aturan di atas biasanya digabung, sehingga ta’rif hakiki perlu benar-benar pas sesuai dengan objek yang di ta’rifkan.
d.)     Ta’rif harus lebih terang daripada yang ditarifkan.
e.)Ta’rif tidak terjadi daur (berlingkar, tautologi) dan tasalsul (tidak berkeputusan, sirkulasi)
f.) Ta’rif tidak menggunakan kata-kata asing
g.)      Ta’rif tidak menggunakan kata-kata musytarak.
h.)     Ta’rif tidak menggunakan kata-kata yang tidak memenuhi kaidah bahasa.
i.)  Ta’rif tidak menggunakan kata-kata asing.
j.)  Ta’rif tidak menggunakan kata-kata negatif, kecali darurat.

Sesuatu yang tidak dapat di ta’rifkan diantaranya berikut ini :
1)     Kata yang tidak dapat ditemukan genera atau jinisnya.
2)     Kata yanng sulit ditemukan pembedaanya (diferensiasinya)
3)     Kata yang tidak dapat ditanngkap maksudnya, kecuali bila dihubungkan dengan dengan kata lain, seperti : atau, yang, daripada, meskipun, dan sebagainya.
4)   Terma khusus dan nama unik.

Mujadalah dalam ta’rif
              Orang yang mengemukakan suatu ta’rif disebut mua’rif atau muda’i, sedangkan yang membantah suatu ta’rif  disebut sa’il. Ada beberapa tahapan dalam bermujadalah dalam ta’rif ini. Pertama, meminta ketegasan terlebih dulu apakah ta’rif yang dikemukakan mu’arif sekadar kutipan dari sebuah kitab atau pendapat orang saja. Kedua, periksa dengan seksama perumusan ta’rif yang dikemukakan mu’arif. Ketiga, lihat ta’rif yang dikemukakan oleh mu’arif, apakah telah memenuhi aturan suatu ta’rif.
             Mujadalah dalam ta’rif ini dilakukann melalui tiga bentuk mujadalah, yaitu :
Man’u (menuntut da’lil), naqdhu (membatalkan dalil), dan muaradlah (membuat dalil alternatif).
§ Man’u terhadap ta’rif, ta’rif mengandung gagasan-gagasan yang implisit.
§ Naqdhu terhadap ta’rif, naqdhu dalam istilah mujadalah berarti membatalkan dalil yang diajukan muarif, karena sa’il menganggap dalil tersebut tidak relevan.
§ Muaradhah terhadap ta’rif, pengertian mua’radhah dalam istilah ta’rif ialah membuat dalil yang bertentangan dengan dalil yang diajukan oleh penta’rif.

BAB. III
Mempertajam Analisis dan memperkokoh Argumen

A.Pengantar
  Dalam mujadalah, baik dalam bentuk diskusi, debat maupun polemik, pengaturan alur gagasan sampai menjadi sistematis dan mudah dipahami serta ketajaman dalam analisis amat penting. Sebuah gagasan yang luas dan konteks, serta kurang sistematis, akan sulit dipahami orang karena daya tangkap manusia terbatas.

B. Hubungan Taqsim dengan mujadalah
    Jika bermujadalah ibarat hubungan antara pohon dan angin, pohon itu adalah pernyataan dan angin adalah kritikan atau sangkalannya. Mujadalah yang pada dasarnya merupakan uji argumentasi sehingga kedalaman setiap argumentasi yang dimiliki sangat relevan dan sangat dibutuhkan.

C.Kegunaan Taqsim
   Beberapa kegunaannya antara lain :
1)  Menambah sistematika pernyataan
2)  Menambah jelas pandangan mengenai sesuatu (kully) sampai bagian-bagiannya.
3)  Meningkatnya pengetahuannya tentang objek yang dikajinya secara lebih spesifik dan mendalam.
4)  Menambah kecermatan baginya
5)  Memperkokoh gagasan / argumentasi dari sanggahan orang lain.

D.Pengertian Taqsim (klasifikasi)
       Cara berpikir taqsimi (tak sonomi, klasifikasi, atau pemilihan). Pada dasarnya biasa dipakai oleh setiap orang. Jika pengertian taqsim tersebut dirumuskan lebih lanjut, dipeoleh rumusan bahwa taqsim adalah :
§ Pengelomppokan sesuatu (genera) atas dasar persamaan dan pemilihannya atas dasar perbedaan
§ Kegiatan menentukan persamaan dan perbedaan
E. Jenis-jenis Taqsim
Jenis-jenis taqsim berkaitan dengan cara berpikir taqsimi dapat digolongkan atas dua bagian :
§ Taqsim esensial (taqsim al’kully illa ajzaihi)
§ Taqsim aksidental (taqsim al’ kully illa juziyatihi)

F. aturan pebuatan taqsim
Dalam operasionalnya, suatu taqsim harus memnuhi aturan berikut :
1)   taqsim didasarkan atas satudasar perspektif tertentu
2)   taqsim harus lengkap dan utuh (jam’i)
3)   taqsim harus membatasi (man’i, eksklusif)
4)   taqsim harus berdasarkan satu perspektif yang sama sehingga tidak tumpang tindih.
5)   Harus jelas persamaannya
6)   Taqsim harus menampilkan tabayun.

Contoh tepat :
§ Tabligh
    Objek kajiannya            : massa
    Kedekatan teorinya      : komunikasi massa
    Penggunaan medianya : media massa (cetak maupun elektronik)
§ Irsyad
    Objek kajiannya            : individu dan kelompok kecil
    kedekatan teorinya        : psikologi
    penggunaan medianya  : dialog
§ Tadbir
    Objek kajiannya            : organisasi
    kedekatan teorinya        : manajemen, penggunaan
    penggunaan medianya  : aktivitas organisasi
§ Tathwir
    Objek kajiannya            :  intra dan inter budaya
    kedekatan teorinya        :  sosiologi dan antropologi
    penggunaan medianya  :   pemberdayaan dan pengembangan masyarakat.

G.Mujadalah dalamTaqsim
           Dari bermacam-macam taqsim (pembagian) tadi, kini kita beranjak pada cara   mengujinya. Taqsim yang lebih penting untuk di mujadalahkan ialah taqsim esensial, baik yang logis (taqsim aqli) maupun yang real (taqsim istiqra’i). Adapun pembagian aksidental tidak termasuk bahan pada mujadalah dalam taqsim ini. Pada teknis mujadalah dalam taqsim ini, orang yang   membantah suatu qasim dinamakan sa’il, sedangkan orang yang mempertahankannya disebut qasim. Adapun mengenai tata tertibnya sama dengan yang telah diuraikan di muka.

H.Taqsim dan pengembangan ilmu
            Cara berpikir taqsim adalah sesuatu yang selaku dekat dengan kehidupan sehari-hari manusia, sehingga karena begitu dekatnya, orang tidak menyadarinya. Taqsim sangatlah besar dalam kehidupan manusia, mulai para pedagang yang menjajakan dagangannya sampai para ilmuan dalam pengembangan keilmuannya. Apalagi orang yang terlibat dalam kegiatan mujadalah, tentu lebih membutuhkan cara berpikir taqsim ini agar dengan mudah gagasannya dapat ditangkap oleh dirinya dan juga oleh lain yang menanggapinya. Taqsim ini membuat pengetahuan seseorang menjadi “menjamur”, kecil permukaannya, namun sangat dalam galiannya.

BAB. IV
Tata konstruksi Argumentasi
Pengertian Tasdhiq
              Tasdhiq (sintesis) yang dimaksudkan di sini ialah : pengertian mengenai nisbat (hubungan), antara sesuatu (subjek) terhadap sesuatu yang lain (predikat), baik berupa hubungan pembatalan (sala, negasi).

Objek kajian Tasdiq
               Kaifiat mujadalah memandang susunan suatu kalimat merupakan gabungan dari kata-kata yang mengandung konsep dari kata-kata yang mengandung konsep dan gabungan antara konsep tersebut memiliki keragaman kualitas logis, serta kemungkinan, benar atau tidak benar, yang kapasitasnya bisa dilakukan melalui pengujian lebih lanjut. Tasdhiq di sini mencakup proposisi (qodiyah), argumentasi (dalil atau hujjah), serta komposisi-komposisi yang lain sebagai penguat argumentasi, seperti teori.

Sasaran tasdhiq
              Tasdhiq dalam pengertian epistemologi sering diidtilahkan dengan ma’qulat tsaniyah atau objek penalaran kedua. Ma’qulat tsaniah atau objek penalaran kedua.ma’qulat tsaniah tersebut merupakan lanjutkan tashawur (kajian kata) yang disebut ma’qulat ula / penalaran yang pertama. Dalam hal ini kajian tasdhiq menempatkan sasaran kajiannya, walaupun untuk mempelajari tentang hal ini secara mendasar dapat diingat dalam ilmu mantiq. Adapun kaifiat mujadalah berupaya meneliti sejauh mana nilai kebenarannya menurut logika, yaitu kebenaran hubungan, antara subjek dan predikat, serta menyodorkan cara-cara pengujiannya.

Qadhiyah (proporsi) dalam tashdiq
             Qadhiyah (proporsi) merupakan unit terkecil dari pemikiran yang mengandung maksud sempurna. Walaupun proporsi ini masih dapat dianalisis lagi menjadi kata-kata, kata-kata hanya menghadirkan pengeertian sesuatu, bukan maksud atau pemikiran sesuatu. Propori (qadhiyah) menurut bentuknya terdiri atas tiga macam : (1) proporsi kategorik (hamliyah), adalah proposisi yang mengandung pernyataan tanpa adanya syarat. (2) proposisi hipotetik (syartiyah) ialah proposisi yang kebenarannya dinyatakan dengan digantungkan pada syarat tertentu. (3) proposisi disyungtif, merupakan proposisi yang kebenarannya digantungkan pada syarat tertentu, namun memiliki alternatif pilihan.

Pembagian kualitas logis tashdiq :
a.)      tashdiq badhihi (kualitas logisnya berkisar : 0-50 %), tashdiq badhihi ialah suatu yang didalamnya terdapat relasi antara subjek dan predikat, yang dapat dibenarkan atau disangkal secara pasti dan niscaya tanpa memerlukan dalil sebab sudah jelas.
b.)     Tashdiq nazhari (kualitas logisnya antara 50-100 %), tasdhiq nazhari ialah tashdiq yang kebenarannya diketahui dengan perantaraan dalil (argumen).

Argumentasi (Dalil/hujjah) dalam tashdiq
             Dalam bermujadalah, argumentasi merupakan suatu yang bukan saja sangat berguna, tetapi juga merupakan objek yangn dalam kegiatan itu. Argumentasi yang kuat saja yang didasarkan atas alasan pendukung yang kuat juga, baik berupa fakta, dalil, teori dan sebagainnya. Sebaliknnya, jika argumentasi didasarkan pada alasan pendukung yang lemah, ia pun akan mudah tercerabut oleh sanggahan lawannya.
            
Sasaran argumentasi (dalil atau hujjah)
Dasar yang baik jika diperhatikan sebagai titik tolak argumentasi adalah berikut ini :
a.)      Peserta mujadalah sebaiknnya mengetahui serba sedikit, subjek yang akan dikemukakkannya, sekurang-kurangnya mengenai prinsip-prinsip ilmiahnnya.
b.)     Peserta mujadalah sebaiknya mempertimbangkan pandangan atau pendapat yang bertentangan dengan pendapatnya sendiri.
c.)Peserta mujadalah sebaiknya berusaha untuk mengukakan pokok persoalannya dengan  jelas, dan perlu menjelaskan mengapa ia harus memilih topik tersebut.
d.)     Peserta mujadalah sebaiknya menyelidiki, persyaratan mana yang masih diperlukan lagi dan tujuan-tujuan lain yang tercakup dalam persoalan yang dibahas itu, dan sampai dimana kebenaran pernyataan yang telah dirumuskannya itu.
e.)Dari semua maksu dan tujuan yang terkandung dalam persoalan di atas, maksud yang mana yang lebih memuaskan lawan dijadikan masalahnya.

Kelengkapan data
            Setiap orang yang akan bermujadalah seyogianya telah memperhitungkan kesiapan penguasaan bahan-bahan tersebut. Untuk itu, calon peserta mujadalah sebaiknya lebih dulu mengumpulkan dan melengkapi fakta-fakta sebagai evidensi.

Penalaran (sillogisme / qiyas)
            Silogisme atau qiyas adalah penalaran sebagai argumen yang konklusinya diambil secara dari premis-premis yang menyatakan permasalahan. Dalam silogisme, penting diketahui adanya dua istilah, yaitu “absah” dan “benar”.

Jenis-jenis silogisme (kategorik) :
1)   Apabila dalam satu premis partikular, kesimpulan partikular juga.
2)   Apabila salah satu premis negatif, kesimpulan harus negatif juga.
3)   Dari dua premis yang sama-sama partikular, tidak sah diambil kesimpulan.
4)   Dari dua premis yang sama-sama negatif, tidak menghasilkan kesimpulan apapun, karena tidak ada yang menghubungkan kedua proposisi dari premis yang ada.
5)   Diusahakan, terma penengah harus jam’i, dua premis yang terma penengahnnya tidak jam’i akan menghasilkan kesimpulan yang salah.
6)   Ter predikat dalam kesimpulan harus konsisten dengan term predikat yang ada pada premisnnya.
7)   Term penengah harus bermakna sama, baik dalam premis mayor maupun minor, bila terma penengah bermakana ganda, kesimpulan akan menjadi lain.

Silogisme bukan bentuk baku :
a.)       Tidak menentunya letak konklusi
b.)      Seolah-olah terdiri atas tiga terma
c.) Proposisi kurang dari tiga

§ Ciri-ciri premis minor : karena,  oleh karena, atau termanya menjadi subjek pada silogisme
§  Ciri-ciri premis mayor : karena, oleh karena, atau premis yang termanya menjadi predikat silogisme.
§  Ciri-ciri konlusi : ditandai dengan kata, maka, jadi, tentu, karena itu, oleh itu, maka, dsb.