Misi Dakwah dalam Film ”Ketika Cinta Bertasbih”
Satu lagi film Indonesia bernafaskan Islam yang berjudul Ketika Cinta Bertasbih (KCB). Film ini mendapat sambutan yang baik dari masyarakat muslim Indonesia, karena sarat akan dakwah Islam. KCB merupakan film yang diangkat dari salah satu novel laris karya Habiburahman El-Shirazy dengan judul yang sama. Film KCB menceritakan perjuangan seorang pemuda muslim yang sedang kuliah di Kairo, Mesir, dimana ia lebih memilih untuk giat bekerja sampingan sebagai pembuat tempe demi membiayai kehidupan ibu dan adik-adiknya di kampung, serta biaya kuliahnya sendiri, sehingga pendidikannya terlantar. Pemuda tersebut bernama Khairul Azzam, seorang yang alim, cerdas, dan taat beribadah. Selain itu, dikupas pula sisi romantisme Islami dalam film ini. Pesan moral yang terpenting dalam film KCB adalah dakwah untuk pergaulan pemuda dan pemudi. Selain etos kerja dan kerja keras, diceritakan pula perjuangan Khairul Azzam dalam menemukan jodohnya dengan tetap selalu teguh berpedoman kepada ajaran agama. Setting film ini benar-benar disesuaikan dengan gambaran yang ada di novel. Penonton benar-benar akan dimanjakan dengan pemandangan kota Kairo, Sungai Nil, Pyramid, Sphinx, kota Alexandria dengan pemandangan laut Mediterania yang indah, Benteng Qait Bay, dan tempat-tempat di Mesir lainnya yang sangat menarik dalam film ini. Film KCB yang bernuansa religi ini memberikan hikmah dan pelajaran, mengingat selama ini lebih banyak film bertema cinta yang hanya mengedepankan sisi picisan dan kekerasan. Beberapa hikmah yang dapat diambil selain pesan-pesan dakwah yang telah disebutkan di atas antara lain tentang keihklasan, pengorbanan, motivasi, dan arti cinta yang hakiki. Nampaknya kang Abik (penggilan Habiburahman El-Shirazy) akan mengulang sukses yang sama ketika novel sebelumnya yaitu Ayat-Ayat Cinta diangkat ke layar lebar. Dan kali ini, KCB dipercayakan kepada sutradara handal, Chaerul Umam. Untuk para pemainnya, sebelumnya telah diadakan casting dan menghasilkan wajah-wajah baru di dunia perfilman Indonesia.

Fenomena Film Bertema Islam
Meski karya-karya sastra Islam tengah menurun pamornya di kalangan masyarakat, namun ternyata tidak demikian dengan dunia perfilman. Karya sastra Islam justru semakin laris untuk difilmkan. Seperti film Ketika Cinta Bertasbih, Habiburrahman el-shirazy menegaskan bahwa dari novel dan film KCB, anak muda khususnya mahasiswa diajarkan untuk berani menatap masa depan. Beliau juga berharap agar anak muda Indonesia mampu membuat film dengan serius dan berkualitas. Seperti film Ketika Cinta Bertasbih yang dibuat melalui proses yang panjang dan ketat. Pergulatan film Islami dengan film yang banyak diadopsi dari Barat atau film sekuler, yang kental akan ”racun” moral terus saja berlangsung di tanah air, kendatipun peredaran film bertemakan dakwah masih belum sebanding dengan film tersebut. Namun keoptimisan mulai meretas dengan peluncuran film-film Islami seperti AAC dan KCB yang sarat akan perjuangan, nilai-nilai syariat, dan norma-norma agamis. Setidaknya, film tersebut dapat meramahkan dunia perfilman Indonesia, yang dewasa ini banyak didominasi film horor dan percintaan vulgar, dan kerap mencampur-baurkan antara hak dan batil. Penelitian mengenai efek negatif perfilman juga dikeluarkan oleh para psikolog yang menyatakan bahwa menonton program televisi atau film (baca: film bertema kekerasan) akan mengakibatkan kegoncangan jiwa dan merasa lebih puas dengan nilai-nilai menyimpang. Digencarkannya peluncuran film-film bertema Islam, layaknya Kun Fayakuun, Para Pencari Tuhan (PPT) atau Ayat-Ayat Cinta (AAC), merupakan pencerahan riil bagi rakyat Indonesia. Sebab, banyak kalangan yang belum tersentuh ajaran Islam, namun justru bisa terketuk dengan sajian berbentuk film Islami. Sayap dakwah memang harus dilebarkan lagi, karena kalau hanya terkonsentrasi di mimbar dan lini tertentu saja, maka keuniversalan Islam akan terus tertutupi oleh kelengahan kita di berbagai sektor lainnya. Dalam lembarah sirah Rasulullah Saw. kita ketahui betapa uletnya beliau mengoptimalkan semua falisitas dakwah yang masih terbatas ketika itu. Hal tersebut tidak lain agar ajaran Islam didengar oleh semua umat manusia. Ketika Umar bin Khattab mengusulkan hukum pancung bagi tahanan perang, Rasulullah tidak menerima usulan itu. Sebab Rasulullah melihat efek bahaya di kemudian hari berupa arus deras media informasi yang akan mendiskreditkan Islam.
Sejarah di atas mengajarkan kepada kita, betapa pekanya Rasulullah dalam mengedepankan dakwah dan kedahsyatan media dalam menuangkan pengaruhnya. Dr. Zaghul Najjar, seorang ulama dan pakar geologi juga menegaskan akan efektifitas dakwah melalui media modern ini. Beliau berkata, “Gencarnya umat Islam mentransformasikan kemurnian ajaran-ajarannya melalui media modern adalah koridor terbaik guna mengebiri ideologi musuh-musuh Islam. Sehingga tidak ada yang mereka temukan sesudah itu, selain serangan dan kemerosotan akibat pementalan pemikiran mereka sendiri yang tidak melaju di atas rel yang benar (ajaran Islam).” Makin mengeliatnya dunia entertainment bernuansa Islami akhir-akhir ini, seperti penggarapan film KCB, merupakan langkah positif dan stategis dalam mengembangkan jangkauan dakwah Islam. Layaknya ungkapan Kang Abik, bahwa ini merupakan upaya nyata kita untuk mewarnai dunia perfilman Indonesia.
Walaupun masih tampak kekurangan dalam pengemasannya, namun semua itu adalah usaha riil yang perlu diapresiasi oleh semua kalangan. Daripada menebar banyak kritikan pedas tanpa berbuat sama sekali, sama aja nihil. Apalagi media yang sangat intens dinikmati khalayak, terkhusus umat Islam adalah pertelevisian. Dengan adanya eskploitasi film-film islami seperti ini, maka jalan untuk mengiring generasi muda Islam di Indonesia ke arah yang lebih baik tentu akan lebih luwes. Bagaimanapun, tumpuan harapan tentu tidak seharusnya terpusat pada dunia entertaiment saja. Sudah saatnya semua lini dan bidang dilakoni oleh generasi Islam. Besar harapan kita terhadap kalangan yang selama ini belum tersentuh oleh ajaran Islam dapat dijangkau melalui upaya tersebut, sehingga tindakan mereka dapat mengacu kepada koridor syariat yang telah ditentukan.Ketidaktahuan, tanpa adanya kontribusi melalui perkembangan mutakhir dewasa ini akan menjadikan kita salah kaprah dalam berbuat dan menyebarkan Islam. Akhirnya, dakwah itu akan monoton atau bahkan vakum. Baca, pelajari, maka kita akan tahu.
Wallahu a’lam. “(Kada) Sahibar Corat-Coret”,taufik79.wordpress.com)

0 komentar:

Posting Komentar